Resume Penugasan Agama Islam (Agama dan Krisis Manusia Modern, ungkap fakta tawarkan solusi dengan pendekatan hikmah)

 Assalamualaikum wr.wb 

Perkenalkan, nama saya Waritsa Mudhawamah, mahasiswi UHAMKA, jurusan PGSD/1F. Pada blog ini saya me-resume: 

Judul            :  Agama dan Krisis Manusia        Modern, ungkap fakta tawarkan solusi dengan pendekatan hikmah

Pengarang   : Dr.H. Syarif, S.Ag, MA




Bagian Ketiga: Agama, Manusia, dan Kenabian.

A. Mengenal Agama 

Dalam realitas sosial, agama hanyalah sebagai identitas suatu komunitas. Dari sekian banyaknya teori tentang agama yang dipelajari, namun tidak tampak wujud agama tersebut. Hal tersebut terjadi karena pada faktanya, agam tidak dirasakan dalam kehidupan di permukaan bumi ini.

Agama sering diterjemahkan dari kata "al-din". Sebenarnya "agama" itu bentuk dari if'al dari "al-dîn". Terdapat keterangan dan kepahaman bahwa "al-dînu huwa al-iqâmat". Yang dapat diterjemahkan bahwa al-din yang berarti pendirian, Al-iqîmat yang berarti tanda menetap atau dapat diartikan dengan kartu tanda penduduk.Kata al-iqâmaṯ satu Isytiqâq atau asal kata dengan qâmâ-qiyâman, yang jika diterjemahkan adalah ‘berdiri’. Aqâma artinya mendirikan, maka iqâmamatan/iqâmaṯ artinya pendirian.


B. Mengenal Manusia dan Mukmin.

Sang penulis mengemukakan bahwa manusia ialah pada terma "al-insân" atau al-nâs perspektif teks-teks Alqur'an. Terma al-insân ini dibedakan dari istilah "basyar".Basyar merujuk dengan arti "tubuh manusia" yang lapis luarnya berkulit dan berbulu. Pada kata "tubuh manusia" berarti ada kata "tubuh" dan ada "manusia". Miripnya, manusia tidak sama dengan tubuh manusia. Jika hal tersebut tidak mengarah bahasannya dengan tubuh manusia, maka hal tersebut mengarah kepada sesuatu yang sifatnya non lahiriah. 

Namun, di dalam Q.S al Hujurat/49:13, merujuk pada orang yang tidak luput dari jeratan hawa-nafsu-dunia-setan. Selain itu, ayat ini menegaskan bahwa manusia yang berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku itu tidak bisa mencapai kemuliaan. Karena sifat kemanusiaan pada jasadnya,hanya sebagai instrumen saling mengenal. Sedangkan, kemuliaan dapat dicapai dengan taqwa(taqwa dalam wujud dari dalam hati yang terpelihara).

Q.S Al Maidah/ 5:8 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّا مِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَآءَ بِا لْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰ نُ قَوْمٍ عَلٰۤى اَ لَّا تَعْدِلُوْا ۗ اِعْدِلُوْا ۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰى ۖ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ بِۢمَا تَعْمَلُوْنَ

yaaa ayyuhallaziina aamanuu kuunuu qowwaamiina lillaahi syuhadaaa-a bil-qisthi wa laa yajrimannakum syana-aanu qoumin 'alaaa allaa ta'diluu, i'diluu, huwa aqrobu lit-taqwaa wattaqulloh, innalloha khobiirum bimaa ta'maluun

Artinya :

"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."

Dalam Q.S Al Maidah ayat 8 dapat dijelaskan bahwa jika ingin mewujudkan kualitas ( baik pada diri sendiri maupun pada suatu komunitas, dan lingkungan tertentu) hendaknya dapat mengapresiasi spirit kemuliaan dengan taqwa ini.

Merangkai penjalasan dari istilah manusia kaitan-nya dengan taqwa, maka sebenarnya untuk merajut instrumen menuju taqwa itu seseorang harus beranjak dari karakter kemanusiaan itu. Sebab manusia sebagai sesuatu yang non fisik tidak bisa berlaku adil tetapi ia zhalim. Perspektif keterangan teks-teks Alquran manusia adalah sifat yang tidak pernah bisa baik. Manusia/insân itu pandangannya hanya satu yaitu kufur, negatif. Maka jalan taqwa sebenarnya justru berseberangan secara prontal dengan manusia/insân. Manusia itu sangat kufur (Q.s. al-‘Âdiyat/100:6), zhalim lagi bodoh (Q.s.al-Ahzâb/33:72), zhalim lagi sangat kafir (Q.s. Ibrahim/14:34)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اِنَّ الْاِ نْسَا نَ لِرَبِّهٖ لَـكَنُوْدٌ 

innal-ingsaana lirobbihii lakanuud

Artinya :

"sungguh, manusia itu sangat ingkar, (tidak bersyukur) kepada Tuhannya,"

(QS. Al-'Adiyat 100: Ayat 6)

Manusia / insan juga dapat dilihat dari sifat berkeluh kesah 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اِنَّ الْاِ نْسَا نَ خُلِقَ هَلُوْعًا 

innal-ingsaana khuliqo haluu'aa

Artinya :

"Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh."

(QS. Al-Ma'arij 70: Ayat 19)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًا 

izaa massahusy-syarru jazuu'aa

Artinya :

"Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah,"

(QS. Al-Ma'arij 70: Ayat 20)

وَاِ ذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًا 

wa izaa massahul-khoiru manuu'aa

Artinya :

"dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir,"

(QS. Al-Ma'arij 70: Ayat 21)


C. Misi Tunggal Kenabian

Ruh diutus ke dalam manusia itu sama dengan diutus ke dalam bahaya. Yaitu diutus ke dalam dunia perjuangan. Di dalam tubuh manusia ruh berhadapan dengan sifat dasar manusia yaitu hawa=nafsu-dunia-setan. Akibatnya ruh atau mukmin yang disertakan kepadanya sifat sihddiq-amanah-tabligh-fathana, luluh kadang lebuh ke dalam sifat insan, maka yang sering tampak oleh perilaku ruh adalah sifat insan atau manusia tadi. Oleh karena ruh ini berkedudukan kepercayaan Tuhan atau wujud yang dipercaya Tuhan untuk menyempurnakan kejadian manusia, maka Tuhan seperti memberikan konvensasi, yaitu dengan mengutus para auliya-anbiya ke permukaan bumi.

Misi tunggal kenabian adalah mengenal kaumnya untuk mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya, serta membawa kaum tersebut datang kepada Tuhannya. Bagian penting dari tuhas para auliya-anbiya ini adalah bahwa dapat mengenalkan mereka ke tempat berjumpa dan bertemu Tuhan kepada kaum mereka. Misi ini tidak dapat dibeda bedakan diantara mereka.


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

قُوْلُوْۤا اٰمَنَّا بِا للّٰهِ وَمَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَاۤ اُنْزِلَ اِلٰۤى اِبْرٰهٖمَ وَاِ سْمٰعِيْلَ وَاِ سْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَ الْاَ سْبَا طِ وَمَاۤ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَاۤ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْ ۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْ ۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ

quuluuu aamannaa billaahi wa maaa ungzila ilainaa wa maaa ungzila ilaaa ibroohiima wa ismaa'iila wa is-haaqo wa ya'quuba wal-asbaathi wa maaa uutiya muusaa wa 'iisaa wa maaa uutiyan-nabiyyuuna mir robbihim, laa nufarriqu baina ahadim min-hum wa nahnu lahuu muslimuun

Artinya :

"Katakanlah, "Kami beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan 'Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami berserah diri kepada-Nya.""

(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 136)

Menurut riwayat Abu Dzar bahwa Rasul perah menyampaikan tentang julah utusan Tuhan yaitu para auliya-anbiya itu sebanyak 124.313 orang. Sedangan jumlah kitab yang mutawatir dikabarnya hanya 104 kitab, yaitu 10 kepada nabi Adam, 50 kepada nabi Tsis, 30 kepada nabi Idris, 10 kapada nabi Ibrahim, dan kepada nabi Daud, Musa, Isa, Muhammad masing-masing satu kitab. Artinya kalimat “wa anzala ma’ahum al-kitâba” pada teks di atas bukan kitab yang tergores di atas kertas seperti yang 104 kitab itu.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

كَا نَ النَّا سُ اُمَّةً وَّا حِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَ نْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِا لْحَـقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّا سِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَـقِّ بِاِ ذْنِهٖ ۗ وَا للّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَآءُ اِلٰى صِرَا طٍ مُّسْتَقِيْمٍ

kaanan-naasu ummataw waahidah, fa ba'asallohun-nabiyyiina mubasysyiriina wa mungziriina wa angzala ma'ahumul-kitaaba bil-haqqi liyahkuma bainan-naasi fiimakhtalafuu fiih, wa makhtalafa fiihi illallaziina uutuuhu mim ba'di maa jaaa-at-humul-bayyinaatu baghyam bainahum, fa hadallohullaziina aamanuu limakhtalafuu fiihi minal-haqqi bi-iznih, wallohu yahdii may yasyaaa-u ilaa shiroothim mustaqiim.

Artinya :

"Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan yang berselisih hanyalah orang-orang yang telah diberi (Kitab), setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus."

(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 213)

Dari penjelasan tersebut, bahwa sesungguhnya misi semua auliya-anbiya Sebagai konvensasi atas ditugaskannya ruh ke dalam jasad manusia, Tuhan mengutus para utusannya. Sehingga ruh yang telah menjadi manusia di dalam dada manusia itu dapat menilai dirinya atas semua perilaku dalam tindak dan katanya. Kemudian misi puncak dari seluruh para auliya-anbiya itu adalah supaya ruh itu menjadi kembali. Lalu secara seragam instrumen kebaikan itu adalah bahwa semua kaum para auliya-anbiya itu dikenalkan kepada tempat di mana hati mereka dapat diurus Tuhan, yaitu Baitullah. Para auliya-anbiya mengenal tempat itu dan membawa kaumnya ke baitullah itu secara hakikat. Artinya bukan fisik mereka yang dibawa ke sana, melainkan wajah dirinya berupa ingatan.



Komentar